Kisah Satu Keluarga Tinggal di Rumah Tanpa Tembok dan Beralaskan Tanah


BULELENG, Berpakaian lusuh, Ni Putu Sunarti (20) menyusui anaknya, Kadek Bayu (1), di depan tempat tinggalnya di Banjar Pangking Dalam, Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali, Minggu (13/9/2015). 

Tidak ada dinding pada rumah seluas 6 x 4 meter itu. Terpal serta kelambu cuma dibentangkan seadanya juga sebagai penutup untuk menukar dinding, yang dihubungkan pada pasak-pasak kayu di tiap-tiap pojok rumah. 

Sunarti tempati rumah itu mulai sejak tiga tahun lalu sesudah menikah dengan suaminya, I Komang Subagiasa (19). 

Dirumah dengan luas bangunan yang tidak seberapa ini, keluarga kecilnya masih tetap mesti sharing tempat dengan ke-2 mertuanya, I Made Mukiarta (60) serta Ni Kadek Parmita (42), beserta dua adiknya iparnya, Ni Putu Karmila (13) serta Ni Kadek Citra Juniani (5). 

Ada tujuh orang yang tempati rumah tanpa ada dinding ini. Mereka menyekatnya dengan terpal jadi dua sisi ruangan. " Disini tinggal sama suami sama satu anak saya, tidurnya terpisah sama dua mertua serta adik ipar, mereka tinggal di samping. Bila mertua telah 10 tahun tinggal disini karena tidak ada tempat lagi. Ini tanahnya juga masih tetap nyakap, " ucapnya. 

Tak ada perlengkapan didalam rumah ini. Di sekat yang dihuni Sunarti beserta suami serta anaknya, cuma ada satu meja yang sudah rapuh, baju-bajunya cuma dimasukkan ke tas kresek serta ditumpuk demikian saja. 

Tiap-tiap malam, mereka tidur beralas tanah yang cuma dilapis terpal, tak kecuali anaknya yang masih tetap bayi. Sunarti mengambil keputusan untuk menikah di umur belia karena tidak ada cost untuk meneruskan sekolah. Ia cuma tamat hingga SMP. 

Begitupun suaminya yang cuma tamatan SD. Tidak ada pilihan lain terkecuali bekerja untuk menolong perekonomian keluarga. 

 " Saya menikah mulai sejak umur 17 th., saat lulus SMP, lantaran orang-tua saya tidak ada cost untuk sekolah. Suami saya cuma lulusan SD. Sama saja, tak ada cost untuk sekolah, bantu-bantu orang-tua kerja untuk sehari-hari, " ucapnya. 

Suami serta ke-2 mertuanya sehari-hari bekerja juga sebagai pengalap (pemetik) cengkih. Mereka memperoleh gaji Rp 100. 000 /hari. Duit itu bukan sekedar dipakai keperluan sehari-hari mereka, namun juga untuk cost sekolah adik iparnya, Ni Putu Karmila, yang saat ini sekolah kelas VII di SMPN 4 Seririt. 

 " Untuk cost adik ipar saya sekolah juga, dia tidak bisa beasiswa dari sekolahnya. Saat SD sekali bisa beasiswa. Bila disebut cukup untuk sehari-hari, dicukup-cukupkan saja. Bila saya tidak dapat bantu kerja lantaran mesti jagalah anak serta adik ipar saya yang masih tetap kecil, " tuturnya. 

Perbekel Ularan, I Nyoman Sarjana, menyampaikan, pada tahun ini, keluarga Sunarti sudah memperoleh pertolongan bedah rumah dari Dinas Sosial Propinsi Bali atas nama mertuanya, I Made Mukiarta. 

Rumah itu akan di bangun diatas tanah pribadinya seluas satu are tidak jauh dari rumah yang ditinggalinya sekarang ini. " Tahun ini telah bisa mereka bedah rumah. Di biaya pergantian ini, ada 10 kepala keluarga yang bisa. Pertolongan lain seperti beras miskin, BLT, mereka dapat juga. Bila di desa, kami prioritaskan memanglah yang benar-benar miskin seperti mereka yang bisa, " katanya. (Lugas Wicaksono)
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar