 |
Jakarta - Gubernur Basuki Tjahaja Purnama masih tetap memendam amarah dengan hasil audit Tubuh Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberi predikat 'wajar dengan pengecualian’ (WDP).
Walau sebenarnya Ahok, panggilan Basuki, telah penuhi hasrat BPK untuk mempekerjakan dua stafnya di Pemerintah Propinsi Jakarta pada th. lantas.
Rekrutmen dua pegawai BPK itu untuk melakukan perbaikan status neraca keuangan yang didapat pada 2013. Waktu masih tetap di pimpin duet Joko Widodo – Ahok, Pemerintah DKI juga beroleh predikat ‘wajar dengan pengecualian. ’
“Sekarang ini saya kurang apa? Saya cobalah agar laporan DKI sesuai sama tekad BPK, dua anggota mereka saya rekrut namun masih tetap saja bisa WDP, ” kata Ahok di Balai Kota, Kamis, 9 Juli 2015.
Ahok menuturkan dua bekas pegawai BPK itu saat ini jadi petinggi di Tubuh Pengelola Keuangan serta Aset Daerah. Kebijakan itu ditempuh supaya Pemerintah DKI mempunyai standard yang sama juga dengan cara audit yang diaplikasikan BPK, yaitu system audit berbasis aktual.
Toh, kenyataannya, instansi audit biaya itu terus mencatat 70 temuan sejumlah Rp 2, 16 triliun yang terindikasi serta punya potensi merugikan keuangan daerah.
Dia memberikan BPK masih tetap mencatat temuan dalam pengelolaan biaya DKI lantaran mengaudit berdasar pada prinsip prosedural belaka, bukanlah jadi substansial. Dia kembali mencontohkan pembelian tempat seluas kurang lebih 3 hektare di dekat RumahSakit Sumber Waras, Jakarta Barat. BPK menyebutkan pembelian itu kemahalan Rp 191 miliar.
Catatan itu diberikan lantaran BPK menengarai pemerintah DKI beli tempat itu tidak lewat sistem taksir harga (appraisal), tetapi segera dengan banderol Nilai Jual Objek Pajak.
Walau sebenarnya, menurut Ahok, harga appraisal pasti tambah lebih tinggi dibanding NJOP. “Mereka berpikirnya dengan cara prosedural saja serta ini yang saya memprotes, ” dia berujar.
0 komentar:
Posting Komentar