Jakarta Desakan pada rupiah tidak kunjung reda. Selama Juni 2015, nilai ganti rupiah selalu tertekan di level 13. 300 per dolar Amerika Serikat (AS). Memanglah, dalam sekian hari rupiah pernah menguat ke level 13. 200 per dolar AS. Tetapi penguatan itu tidak berjalan lama.
Bila dihitung, mulai sejak awal th. ini atau dengan cara year on date, nilai ganti rupiah sudah alami pelemahan nyaris 7 % dari level 12. 474 per dolar AS pada 2 Januari 2015 jadi 13. 338 per dolar AS pada Jumat 26 Juni 2015. Ke depan, besar kemungkinan rupiah bakal masih tetap alami desakan.
Terdapat banyak sentimen yang memengaruhi pelemahan nilai ganti itu. Pertama ada aspek eksternal. Pelemahan eksternal paling utama dari gagasan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk memperketat kebijakan moneter dengan menambah suku bunga.
Ilustrasi The Fed
Kenaikan suku bunga itu bikin dana-dana asing yang semula masuk ke Indonesia kembali pada Amerika. Capital outflow itu bikin keinginan bakal dolar AS bertambah hingga menghimpit rupiah.
Sentimen yang lain yaitu krisis utang Yunani yang tidak kunjung usai. Krisis itu bikin orang lakukan reposisi investasi dengan menyimpan dana ke instrumen yang aman satu diantaranya yaitu dolar AS. “Hal itu memberi desakan pada rupiah, ” terang Direktur Institute For Developments of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Dian Ayu Yustina memberikan, pelemahan nilai ganti rupiah juga dikarenakan kecemasan pada perlambatan perkembangan ekonomi nasional. " Kebijakan pemerintah juga sampai sekarang ini di rasa belum dapat menguatkan perkembangan ekonomi di Tanah Air, " terangnya waktu dihubungi Liputan6. com.
Tubuh Pusat Statisitik (BPS) melaporkan perkembangan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 meraih 4, 71 % dengan cara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibanding kuartal I 2014 sebesar 5, 21 %. Dalam data BPS, perlambatan perkembangan ekonomi RI di pengaruhi melemahnya perekonomian di China.
Pemicu yang lain yaitu pelemahan harga minyak mentah dunia. Lalu penurunan nilai ekspor serta impor di kuartal I dibanding periode yang sama di th. lantas.
Utang Pemerintah
Pelemahan nilai ganti rupiah ini beresiko pada turunnya jumlah kepemilikan asing dalam Surat Bernilai Negara (SBN) domestik. Investor asing menahan diri beli surat utang Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan serta Resiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengungkap, keinginan surat utang periode panjang (obligasi) Indonesia dari investor asing alami penurunan.
" Kurs rupiah melemah, jadi asing menahan diri hingga permintaan pada obligasi jadi turun. Bila permintaan turun, jadi bunganya naik, " ungkap dia.
Robert meneruskan, posisi utang pemerintah belum terganggu dengan pelemahan rupiah sekarang ini. Dalam data yang dipunyainya, Pemerintah Indonesia mencatatkan posisi utang Rp 2. 845, 25 triliun atau 24, 7 % pada Product Domestik Bruto (PDB) untuk periode Mei 2015. Keseluruhan utang pemerintah itu naik kian lebih Rp 64 triliun di banding realisasi satu bulan pada awal mulanya atau untuk periode April 2015.
Rasio utang pada PDB Indonesia masih tetap termasuk rendah bila di banding dengan negara-negara lain. Misalnya Singapura yang meraih 108 %, Malaysia 56 %, bahkan juga Kamboja yang 28 %.
Dari hasil penelitian HSBC mengatakan, Singapura jadi negara dengan tingkat utang paling tinggi, yakni meraih 450 % pada PDB.
Robert menguraikan, dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS), utang pemerintah pusat sampai Mei ini setara dengan US$ 215, 22 miliar.
" Pada PDB Indonesia sebesar Rp 11. 000 triliun, rasio utangnya masih tetap 24, 7 %. Rasio ini aman, lantaran ambang batas rasio utang yang sulit di manage atau kurang aman sebesar 60 %, " ungkap Robert.
Dari catatannya, Robert merinci, keseluruhan utang pemerintah pusat sebesar Rp 2. 843, 25 triliun ini terbagi dalam keseluruhan utang Rp 691, 66 triliun serta Surat Bernilai Negara (SBN) Rp 2. 151, 58 triliun selama 2010-Mei th. ini.
Utang sebesar Rp 691, 66 triliun atau terealisasi 24 % dari tujuan hingga akhir th. terbagi dalam utang luar negeri Rp 688, 31 triliun (24 %), utang bilateral Rp 338, 21 triliun (12 %), utang multilateral Rp 303, 66 triliun (11 %). Utang yang lain, yaitu utang komersial Rp 46, 35 triliun (2 %) serta utang suplier Rp 0, 20 triliun (0 %). Dan utang dalam negeri Rp 3, 35 triliun (0 %).
Sesaat realisasi SBN s/d bln. ke lima ini menembus Rp 2. 151, 58 triliun atau 76 % dari tujuan. Mencakup, SBN dalam denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp 54, 77 triliun (19 %) serta berbentuk rupiah Rp 1. 602, 81 triliun (56 %).
" Yang utama kita jagalah utang dalam batas aman. Jangan sempat banyak jatuh tempo mendadak, termasuk juga jumlah utang janganlah banyak mata duit asing lantaran bila ada pelemahan kurs dapat membengkak. Jadi harus lebih jumlah domestik, " pungkas Robert.
0 komentar:
Posting Komentar