Cerita Perjuangan Petani untuk Bertahan Hidup dari Kekeringan


Teori establishing sense of urgency John P Kotter yang dipublikasikan Harvard Business Review terkonfirmasi waktu musim kemarau th. ini yang berjalan lebih panjang dari pada th. 2014 lantas. 

Dari pantauan sepanjang empat hari mulai sejak 15-18 Agustus 2015 di empat daerah, yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, serta Kabupaten Brebes, ketahanan warga diuji agar bisa melanjutkan hidup dari ancaman kekeringan panjang. 

Kekeringan panjang berikan motivasi warga di empat kabupaten itu untuk lebih kreatif menggali mata pencaharian untuk menghidupi dianya, keluarga, serta beberapa orang terkasih di sekelilingnya. 


Amin Nemin (50 th.), warga Kampung Ciketug, Desa Pupusjati, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, misalnya. Ia telah empat bln. berpindah profesi jadi tukang panggul air serta pemecah batu di PT Wadah Rejeki Alam (WRA). 

Pada awal mulanya, lelaki beranak tiga ini yaitu petani penggarap. Tetapi, lantaran Sungai Cipamingkis yang mengairi tempat tanaman padi yang digarapnya kering kerontang, Amin juga merubah mata pencahariannya. 

KRISTIANTO PURNOMO/Kompas. com Amin mesti meniti jalur terjal dari basic Sungai Cipamingkis ke rumah-rumah pelanggan air di Kampung Ciketug, Desa Pupusjati, Sabtu (15/8/2015). 
Amin sangat terpaksa melakukan dua profesi sekalian itu untuk menyambung hidup. Waktu jadi petani, dia dapat membawa pulang duit sebesar Rp 25. 000 /hari waktu pemrosesan tempat serta saat tandur sepanjang 1 minggu di sawah garapannya seluas 1 hektar. 

Disamping itu, waktu musim perawatan, Amin mengantongi Rp 25. 000 /hari sepanjang satu sampai dua bln.. Saat saat panen tiba, sejumlah Rp 6 juta bersih masuk kantongnya. 

Saat ini, sesudah jadi kuli panggul, dia cuma dapat mendulang Rp 780. 000 per bln.. Pendapatan ini didapat dari 26 kali memanggul air untuk dua kepala keluarga sebagai pelanggannya. 

Amin yg tidak terlampau fasih berbahasa Indonesia ini mengambil air dari sumur kecil atau kobak yang berniat dibuatnya di basic Sungai Cipamingkis waktu kekeringan mulai menempa desanya pada Mei 2015. Jarak dari tempat tinggalnya ke kobak seputar 2 km.. 


KRISTIANTO PURNOMO Keadaan Sungai Cipamingkis pada Sabtu (15/8/2015), kering kerontang sampai basic sungai terlihat dengan cara kasat mata. 
Peluhnya bercucuran waktu Kompas. com mewawancarainya Sabtu petang (15/8/2015). Perlu saat seputar 30 menit untuk menggali info dari lelaki beristri Acim ini. Amin, menurut Ketua RT 01/01 Kampung Ciketug, Enjay Sunjaya, sangatlah pemalu. 

Tidak heran, dia pernah memalingkan muka serta bungkam. Amin selalu saja lakukan pekerjaannya mengambil air sampai penuhi ember plastik sisa tempat cat ukuran 25 kg. Saat hari beranjak senja, Amin baru ingin buka nada. 

 " Hidup makin sulit. Saya serta yang lain mesti banting tulang mencari duit. Senin-Sabtu jam 09. 00 saya kerja di PT (WRA). Pendapatan Rp 100. 000 per minggu, " urai Amin dalam bhs Sunda seraya terus tertunduk. 

Dia bercerita, kekeringan serta kemarau panjang sudah membuatnya kehilangan peluang untuk menunaikan janji pada anak istrinya. Awalannya, bila panen padi sukses, dia bakal membawa keluarganya bertamasya ke Taman Buah Mekarsari. 

Lokasi Cibarusah sendiri adalah satu dari empat kecamatan yang alami kekeringan ekstrem. Tiga kecamatan yang lain yaitu Cikarang Timur, Tarumajaya, serta Tambun Utara. Hujan tak turun sepanjang kian lebih 90 hari di empat kecamatan ini. 

Beli bawang 

Cerita sama dihadapi Waryono, warga Desa Sengon, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes. Petani penggarap sawah seluas 2 hektar di desanya ini mesti banting setir jadi pedagang bawang. 


HBA/Kompas. com Waryono, petani tanaman padi yang berpindah profesi jadi pedagang bawang. Dia mesti meminjam credit sejumlah Rp 20 juta untuk beli bawang kwalitas tengah. Jadi pedagang bawang yaitu pilihan logis yang dapat dikerjakan daripada berpangku tangan. Gambar di ambil Selasa (18/8/2015). 
Itu juga dia akui tak seberuntung rekan-temannya yang dapat memperoleh bawang kwalitas bagus dengan harga market Rp 15. 000 per kuintal. Bawang yang Waryono peroleh mutunya sedang-sedang saja serta banyak ulatnya. Karenanya, dia cuma menjualnya Rp 8. 000 hingga Rp 12. 000 per kuintal. 

 " Kami bersepuluh (sesama warga Desa Sengon) meminjam duit di BRI Rp 20 juta untuk memperoleh bawang sejumlah 2 ton. Bawang-bawang ini kami bawa ke pengepul yang bakal menjualnya di pasar-pasar induk Jakarta, Bogor, Tangerang, serta Serang, " kata Waryono. 

Waryono mengharapkan dengan saat tenor dua th., utangnya dapat lunas. Dengan demikian, dia serta kawan-kawan dapat memutar kembali uangnya untuk beli bawang kwalitas bagus. Dia tak berani meminjam duit dengan nilai plus dari kemampuannya membayar. 

Mengerjakan tempat seluas 1 hektar serta ditanami bawang sekurang-kurangnya perlu Rp 35 juta. Rinciannya, Rp 10 juta untuk sewa tempat, Rp 6 juta memproses tempat, serta Rp 12 juta beli bawang yang bakal jadikan bibit dan pupuk serta pestisida Rp 6 juta. 

Usaha keras, penambahan dana, serta usaha lebih tersebut yang dikerjakan Eko Cahyono. Anak muda warga Desa Limbangan, Kersana, Kabupaten Brebes, ini berani mengambil resiko meminjam Rp 30 juta pada bank serta rekan-temannya. 

Dari duit sejumlah itu, dia merekrut 10 ibu-ibu warga Desa Limbangan. Mereka di beri gaji Rp 27. 000 /hari untuk menanam bibit bawang. 

 " Panen bawang lebih singkat waktunya. Saya cuma perlu saat dua bln.. Namun, itu dengan catatan air sungai di seputar tempat garapan tak kering. Ini saya berpindah nanem brambang lantaran sawah padi kering serta rusak, " tutur Eko. 

Karenanya, dalam lima bln. ke depan, sesudah bawang, Eko bakal menanami tempat sewaannya dengan cabai serta lalu bawang kembali hingga musim hujan tiba. 

 " Bila hujan tak turun hingga Desember kelak, saya terus bakal tanam bawang walau akhirnya tidak sebesar nanem padi. Dari pada menganggur tidak ada kerjaan, " kata Eko.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar